Freeport Kedua

                Belum lama beberapa bulan yang lalu berita tentang penjualan saham salah satu perusahan besar milik negara, PT.Krakatau Steel (Persero) yang sarat kontroversi. Perusahaan yang terletak di Cilegon-Banten ini sebenarnya dalam kondisi sehat, tidak dalam kondisi pailit. Jelas, ini yang menyebabkan kontroversi mengapa saham PT.Krakatau Steel (PT.KS) dijual, bahkan dijual dengan harga yang murah-meriah. Yang lebih memprihatinkan lagi, saham yang dijual dengan harga yang murah tersebut hasilnya akan disetor sebagai saham dalam perusahaan patungan dengan POSCO (Pohan Steel Corporation). Posco adalah salah  satu perusahaan baja terbesar ketiga di dunia yang berasal dari Korea Selatan.
                Sungguh ironis, mengapa pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Tidak ada bedanya dengan PT.Freeport bahwa ini merupakan privatisasi perusahaan plat merah (milik negara). Walau skenario privatisasi ini sedikit berbeda, jika PT.Freeport dulu adalah dengan cara pembelian langsung oleh pihak asing sedangkan PT.KS dengan dalih alih teknologi atau pembaruan alat-alat pembuat baja yang dimilki PT.KS diganti dengan alat milik POSCO yang lebih canggih. Namun yang namanya privatisasi apalagi perusahaan milik negara yang masih kondisi sehat akan sangat merugikan negara. Karena dengan begitu Direktur Utama akan diambil alih oleh pihak asing serta beberapa pejabat direksi lainnya. Jika ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan  saham yang didapatkan untuk pemerintah akan berkurang bahkan bisa jadi negara tidak mendapatkan apa-apa. Lantas bagaimana dengan nasib rakyat Indonesia. Tidak adanya privatisasi saja masih banyak yang kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bahkan harus menjadi pengemis apalagi dengan banyaknya aset-aset negara yang dijual ke pihak asing.
                Jika melihat warga Irian Jaya (Papua) bahwasanya disana terdapat perusahaan tambang terbesar di dunia yaitu PT.Freeport. Secara logika seharusnya pertumbuhan ekonomi orang Papua dari tahun ke tahun meningkat. Tapi faktanya disana masih banyak yang kekurangan bahkan banyak yang mengalami busung lapar. Inilah akibat privatisasi sewenang-wenang yang dilakukan pemerintah tanpa melihat dampak negatif yang ditimbulkan, baik itu dari orang pribumi khususnya  dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tidak mustahil jika setelah pembangunan dan produksi Pabrik baja Krakatau-POSCO berjalan, warga di Cilegon akan sama dengan warga di Papua. Dimana hanya orang-orang asing yang menikmati hasil yang melimpah ruah sedangkan orang pribumi hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat apapun ketika orang asing menikmati hasil. Maka akan ada Freeport kedua di Indonesia.


Semoga Allah senantiasa memberikan jalan. Pada orang-orang yang berjuang
atas nama rakyat dan keadilan. Dan semoga dibukakan mata dan hati para pemuda untuk berjuang membela harga diri agar tak menjadi pengemis di tanah kelahiran sendiri Yakinlah akan datang kemenangan hakiki. Amiin..

Maglev : Kereta Tercepat di muka Bumi

    Maglev adalah singkatan dari Magnetic Levitation. Yang membedakan mengapa negara Republik Indonesia sering tertinggal dari bangsa-bangsa lain, salah satunya karena perkembangan teknologi. Negara Republik Indonesia telah merdeka 65 tahun yang lalu, namun tak ada perubahan yang signifikan dari negara ini. Pembangunan infrastruktur tidak merata, seakan wilayah Indonesia itu hanya pulau Jawa, Indonesia hanya peduli dengan Jawa, entahlah dengan nasib pulau-pulau yang lain. Jika dilihat sejarah, Indonesia memang sangat lama menjadi bulan-bulanan negara Belanda dan Jepang, mereka dengan seenaknya mengambil Sumber Daya Alam negara ini, tanpa ada balas jasa yang setimpal. Bahkan, rakyat Indonesia malah menjadi pekerja kuli yang sangat berat untuk mengolah Sumber Daya Alam tersebut, aneh memang suatu warga negara menjadi budak di negaranya sendiri.
                Tapi, Indonesia bukan bangsa yang hanya bisa diam, bukan hanya bisa menjadi pesuruh bangsa-bangsa biadab. Indonesia akhirnya mampu bangkit hingga tepat tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Perlahan tapi pasti Indonesia membangun dan memperbaiki infrastruktur dampak dari bangsa penjajah. Ketika itu persatuan dan kesatuan negara ini sangat kuat. Namun, setelah kemajuan yang sebelumnya sangat pesat, kembali negara ini mengalami keterpurukan. Kali ini bukan karena dijajah oleh negara lain. Tapi dijajah dari internal negara itu sendiri. Kejadian terparah ketika Gerakan 30 PKI (G 30 S/PKI). Banyak jenderal yang dibunuh oleh bangsanya sendiri. Ditambah krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1997. Sejak saat itu, Indonesia masih selalu menyandang gelar “Negara Berkembang” hingga sekarang.
                Negara-negara Asia Timur memang akhir-akhir ini menunjukkan konsistensinya sebagai negara yang maju. Tidak lain negara itu adalah Jepang dan Cina. Ya,kedua negara ini bersaing untuk menjadi penguasa dunia, baik dari teknologi atau ekonomi. Maglev atau dikenal Magnetic Levitation merupakan salah satu metode yang dikembangkan dari negara tersebut. Aplikasi maglev ini diterapkan pada angkutan massal, yaitu kereta api. Tujuan metode ini hanya satu, menjadikan jarak tempuh yang panjang bisa ditempuh dengan jarak sesingkat mungkin. Kereta maglev mampu mengambang secara magnetis. Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan gaya angkat magnetik pada relnya sehingga terangkat sedikit ke atas, kemudian gaya dorong dihasilkan oleh motor induksi. Jadi dengan prinsip seperti itu, kereta mampu melaju dengan kecepatan sampai 650 km/jam. Dahsyat, jika dibandingkan dengan kereta api tercepat yang ada di Indonesia seperti Argo Anggrek yang hanya melaju rata-rata 80-100 km/jam.
                Kereta maglev sendiri belum ada di negara-negara berkembang, mungkin karena pembangunan rel yang sangat mahal menjadi salah satu faktornya. Itulah kenyataan yang ada saat ini. Negara Indonesia belum bisa keluar dari penjajahan internal. Petinggi pejabat seharusnya memperhatikan dunia pendidikan, tidak hanya di pulau jawa tapi seluruh pelosok-pelosok Nusantara. Tidak mustahil dari pelosok nusantara terdapat anak yang jenius, Einstein-Einstein Indonesia. Tapi karena tidak ada fasilitas untuk menimba ilmu, Einstein tersebut hanya akan menjadi orang yang sia-sia. Selain itu, para ilmuwan-ilmuwan negeri ini seharusnya diberi fasilitas dan keleluasaan untuk meneliti. Jangan malah terdengar berita ilmuwan Indonesia melepaskan Warga Negaranya sebagai WNI.
                Jangan tunggu nanti, mulailah dari sekarang apa yang bisa kita lakukan maka lakukanlah. Jika sebagai seorang mahasiswa, jadilah mahasiswa yang berprestasi, yang bisa mampu membawa negara Indonesia dikenal di dunia. Jika menjadi Pejabat negara, pegang terus amanah rakyat dan jangan sampai terbawa godaan dunia. Indonesia adalah negara yang besar, tapi bukan berarti besar untuk menjadi negara konsumen tapi jadilah negara yang produktif. Jika persatuan dan kesatuan pada masa kemerdekaan itu muncul kembali, tak mustahil Indonesia bisa menjadi negara berkembang pertama yang menerapkan kereta Maglev, bahkan predikat negara maju pun bisa diraih.